top of page
  • Writer's pictureGCF Task Force

Indonesia Releases REDD+ RBP Guide Following The Announcement of $56 Million from Norway (Eng & IND)


Containing the third largest expanse of tropical forests in the world, Indonesia is a critical actor in the fight against deforestation and climate change. While the country has made important progress in developing programs to keep forests standing in recent years, funding remains a critical issue—which is further compounded in recent months by the outbreak of COVID-19.

Lake Sentani in Papua, Indonesia. Photo by Mokhamad Edliadi/CIFOR.

To bolster funding for forest conservation, Indonesia is exploring different options for Results-Based Payments (RBP)—funding that would flow to the country as compensation for reducing deforestation. Critical components such as a Forest Reference Emission Level (FREL), Safeguard Information System (SIS), and forest monitoring systems have been established to support the implementation of programs based on results-based payments. Indonesia is now positioned to graduate from readiness and move towards implementation of these programs in the coming years.


In 2017, the Government of Indonesia issued Government Regulation No. 46/2017, regarding Environmental Economic Instruments and stipulating a mechanism for the Public Service Agency on Fund Management. This eventually led to establishment of the Environmental Fund Management Body (Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup – BPDLH) in 2019, an institution which will, among other responsibilities, manage the flow of results-based payments received for Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+), among other responsibilities. While a detailed procedure for accessing and distributing REDD+ payments is still under development, progress has been made on the fund management structure and potential flows of REDD+ funding.


To assist provinces in developing a common understanding of opportunities and requirements for REDD+ Results-Based Payments in Indonesia, the GCF Task Force has developed an informative guide for provincial leaders and their partners. The document contains a short overview of progress in Indonesia and processes that have been established to date, and discusses key structures and mechanisms that provinces must establish to access results-based payments from the BPDLH. The booklet was developed through consultation with key stakeholders, including provincial governments, the Ministry of Environment and Forestry, and BPDLH.


The booklet seeks to bridge the discussion between stakeholders working at the national and sub-national level and promote alignment for future actions. Because the REDD+ results-based payment process is ever evolving and dynamic in Indonesia, the document will evolve as processes advance and become more defined.


This first release of the booklet coincides with the recent announcement of US $56 million from Norway to be delivered as the first payment for Indonesia's success in reducing deforestation and carbon emissions under the REDD+ cooperation schemes. Between 2016 and 2017, Indonesia reduced emissions from deforestation by nearly 11 million tonnes—more than twice the initial estimate of 4.8 million tonnes


The booklet is available in both Indonesian and English.


 

Memiliki hamparan hutan tropis terbesar ketiga di Dunia, Indonesia adalah aktor penting dalam inisiatif melawan deforestasi dan perubahan iklim, dan dalam beberapa tahun terakhir negara ini telah membuat kemajuan penting dalam mengembangkan program untuk menjaga hutan tetap lestari. Namun pendanaan tetap menjadi masalah penting, diperparah lebih lanjut dalam beberapa bulan terakhir oleh adanya bencana COVID-19.

foto oleh Mokhamad Edliadi/CIFOR.

Dalam upaya meningkatkan pendanaan untuk konservasi hutan, Indonesia sedang menjajaki berbagai opsi untuk Pembayaran Berbasis Hasil (Result Based Payment, RBP), pendanaan yang akan mengalir ke negara itu sebagai kompensasi dalam mengurangi tingkat deforestasinya. Komponen penting seperti Tingkat Emisi Referensi Hutan (FREL), Sistem Informasi Upaya Perlindungan (SIS), dan sistem pemantauan hutan telah dibentuk untuk mendukung implementasi program RBP. Indonesia sekarang sudah bergerak dari fase persiapan, dan dan dalam transformasi ke implementasi di tahun-tahun mendatang.


Pada tahun 2017, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.46/2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan yang menetapkan mekanisme untuk Badan Layanan Umum tentang Pengelolaan Dana Lingkungan. Hal ini akhirnya mengarah pada pembentukan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) pada tahun 2019, sebuah lembaga yang akan mengelola aliran pembayaran berbasis hasil untuk Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+). Sementara, prosedur detail untuk mengakses dan mendistribusikan pembayaran REDD+ masih dalam pengembangan, kemajuan telah dibuat pada struktur pengelolaan dana dan aliran potensial pendanaan REDD+.


Untuk membantu Provinsi dalam mengembangkan pemahaman bersama tentang peluang dan persyaratan untuk Pembayaran berbasis Hasil REDD+ di Indonesia, Gugus Tugas GCF telah mengembangkan panduan informatif bagi para pemimpin Provinsi dan mitra mereka. Dokumen tersebut berisi ikhtisar singkat tentang kemajuan di Indonesia dan proses yang telah ditetapkan dan membahas struktur dan mekanisme utama yang harus dibangun oleh Provinsi untuk mengakses pembayaran berdasarkan hasil dari BPDLH. Buklet ini dikembangkan melalui proses konsultasi dengan para pemangku kepentingan kunci, termasuk pemerintah Provinsi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan BPDLH.


Panduan ini berupaya menjembatani diskusi antara pemangku kepentingan yang bekerja di tingkat nasional dan daerah dan mempromosikan penyelarasan untuk tindakan di masa depan. Karena proses pembayaran berbasis hasil REDD+ selalu berkembang dan dinamis di Indonesia, dokumen akan berkembang seiring kemajuan dan dinamika yang terjadi.

Buklet ini tersedia dalam versi bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.


Peluncuran buklet ini bertepatan dengan pengumuman bahwa Norwegia akan melakukan pembayaran pertama sebesar US $ 56 juta untuk keberhasilan Indonesia dalam mengurangi deforestasi dan emisi karbon di bawah skema kerja sama REDD +. Antara tahun 2016 dan 2017, Indonesia berhasil mengurangi emisi dari deforestasi sebanyak hampir 11 juta ton—lebih dari dua kali perkiraan awal yakni sebesar 4,8 juta ton.


Buklet ini tersedia dalam versi bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

341 views0 comments
bottom of page